Menelisik Kokohnya Persaudaraan di Desa Pohi

Catatan : Irsan Labatjo

Di era masa kini ini, budaya gotong royong terkesan mulai terkikis. Terkikisnya budaya yang ditinggalkan nenek moyang bangsa,berimbas pada terkoyaknya persatuan, persaudaraan dan lain-lain. Hal itu mudah terjadi karena lebih dipengaruhi oleh sebuah kepentingan semata. 
Akan tetapi, dengan terjadinya depresiasi budaya pada masa ini tidak berlaku bagi desa Pohi. Pasalnya, desa yang berpenghuni kurang lebih 500-an kepala keluarga itu, masih tetap menjunjung tinggi budaya nenek moyang bangsa. Rasa kebersamaan,kekeluargaan, persaudaraan dan gotong royong tetap bertahan dan hidup berkembang di desa itu. Banyak hal yang telah ditonjolkan dan sudah terbukti kebenarannya. Baik menyangkut kemasyarakatan, keagamaan juga pemerintahan tidak luput dari kebersaman mereka. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul menjadi semboyan utama bagi masyarakatnya. 
Setelah Swara Luktim menelisiknya, sejumlah tokoh masyarakat setempat mengungkap rahasia yang sesungguhnya. Bagi mereka, rasa malu yang dimiliki oleh setiap warganya menjadi landasan utama terpeliharanya persaudaraan,kebersamaan,kekeluargaan dan kegotong royongan. Itupun dapat tercipta, karena keterlibatan para generasi muda yang menjadi garda terdepan dalam mewujudkan dan melanjutkan kebiasaan para pendahulunya. 
Bercermin dari perjuangan sosok seorang Rusli Ahmad, persaudaraan didesa pohi terus terjaga. Meski beliau sudah tiada sejak 2010 yang silam, namun semangat juang dan pengorbanannya  menjadi kenangan bagi masyarakat pohi. Ditangan beliau, generasi muda terus berkiprah dalam menumbuhkan dan menanamkan rasa persaudaraan. Inilah yang menjadi gambaran bagi setiap generasi muda di desa pohi sekarang ini. Mereka seakan malu dengan semua jeri payah yang telah ditinggalkan oleh generasi sebelumnya,jika dipelihara. 
Oleh sebab itu, setiap orang kebanyakan akan merasa tersisi dan terkucilkan jika selama hidupnya bergaul dan tinggal bersama-sama di desa itu lalu tidak pernah memperdulikan kebiasaan yang ada. Karena pada hakikatnya, budaya yang ditinggalkan sejak beberapa tahun yang silam itu sudah menjadi kewajiban bagi setiap warganya untuk memelihara dan menjalankannya. 
Hebatnya lagi, perbedaan kepentingan, politik, RAS dan juga Agama bukan menjadi sebuah penghalang dalam merajut tali persaudaraan. Meski dimasa sebelumnya sudah ada sebagian kelompok yang mencoba untuk mengusiknya, namun berbagai upaya yang telah dilakukan tak mampu merubah kondisi desa pohi dari semangat kegotong-royongannya.
Inilah yang membuat desa pohi menjadi berbeda dari desa-desa lainnya. Terlebih bagi desa-desa yang ada diwilayah kecamatan Luwuk Timur.  Disaat masyarakatnya makin disibukan dengan berbagai hal akibat tuntutan jaman, namun persaudaraan, kekeluargaan dan kegotong-royongan tetap terjaga dan terpelihara di Desa itu hingga saat ini. **

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kades dan Warga Gotong Royong Bangun Pintu Gerbang Mesjid Nurul Huda Desa Lokotoy

Habbly Louto, Dari Kampung Berhasil Merumput Hingga Kancah Nasional

Pemdes Boitan,BPD dan Masyarakat Gelar Baksos Persiapan Lomba 9 K